Selasa, 10 Januari 2012

Banyak orang tua yang masih beranggapan bahwa imunisasi terhadap buah hatinya dapat mejadikan sikecil kebal terhadap jenis penyakit tertentu. Hal inilah yang menyebabkan orang tua rela anaknya yang sehat 'waras-wiris' dimasuki bibit penyakit sehingga tubuhnya menjadi panas dan sikecilpun akan rewel untuk beberapa hari. Fonomena seperti ini barangkali dapat dimengerti jika yang mempunyai anggapan imunisasi itu baik buat sikecil adalah orang tua dari pelosok desa yang gaptek dan satu-satunya informasi tentang imunisasi hanya dia dapat dari Puskesmas-Puskesmas terdekat yang tidak pernah secara terbuka menjelaskan bahayanya Vaksin Imunisasi. akan tetapi kalau kondisi seperti ini juga menimpa orang tua dikota yang informasi apapun tinggal 'klik' ini sungguh ironis dan menyedihkan. Karena sesungguhnya Vaksin Imunisasi yang diinjeksikan terhadap sikecil benar-benar lebih banyak dampak buruknya daripada kebaikannya.
1. Vaksin penyebab AUTIS
Misalkan didalam buku "Children with Starving Brains" karangan Jaquelyn McCandless , MD yang diterjemahkan dan diterbitkan oleh Grasindo (halaman 54 - 55) menyebutkan: suntikan vaksin Hepatitis B, dan vaksin HiB positif mengandung zat pengawet Thimerosal, yang terdiri dari Etilmerkuri yang menjadi penyebab utama sindrom Autisme Spectrum Disorder yang meledak pada sejak awal tahun 1990 an. Vaksin yang mengandung Thimerosal itu sendiri sudah dilarang di Amerika sejak akhir tahun 2001.
2. Tujuan Vaksinasi adalah meniru proses penularan penyakit alami dengan kaidah tiruan. Vaksin itu sendiri adalah suntikan yang mengandung berbagai jenis racun yang dimasukan kedalam tubuh. Jika anda menyangka vaksin dapat membasmi kuman atau bebas dari kuman, dugaan anda meleset
3. Setelah Vaksin diinjeksikan kedalam tubuh sikecil, ramuan vaksin tersebut memasuki aliran darah anak. Tubuhnya akan segera bertindak untuk menyingkirkan racun tersebut melalui organ ekresi atau melalui reaksi imun seperti demam, bengkak atau ruam pada kulit. Apabila tubuh anak kuat untuk meningkatkan reaksi imun, tubuh anak mungkin akan berhasil menyingkirkan vaksin tersebut dan mencegahnya terjangkit kembali dimasa yang akan datang. Akan tetapi jika tubuh anak tidak kuat untuk meningkatkan reaksi imun, vaksin beracun akan bertahan dalam tisu tubuh. Timbunan racun ini dapat menyebabkan penyakit seperti diabetes pada anak-anak, asma, penyakit neurologi, leukimia, bahkan kematian mendadak. Ratusan laporan mencatat efek samping jangka panjang yang buruk terkait vaksin seperti penyakit radang usus, autisme, esenfalitis kronis, skelerosis multipel, artritis reumatoid dan kangker. Sebagian vaksin juga diketahui menyebabkan efek samping jangka pendek yang serius. Pada tanggal 12 Juli 2002, Reuters News Service melaporkan hampir 1000 pelajar sekolah dilarikan ke rumah sakit setelah disuntik vaksin Ensefalitis di timur laut negeri Cina. Para pelajar itu mengalami demam, lemas, muntah dan dalam beberapa kasus terkena serangan jantung setelah divaksinasi.
4. Kenyataan: Banyak penelitian medis mencatat kegagalan vaksinasi. Campak, gabag, gondong, polio, terjadi juga di pemukiman penduduk yang telah diimunisasi. Sebagai contoh, pada tahun 1989, wabah campak terjadi di sekolah yang punya tingkat vaksinasi lebih besar dari 98%. WHO juga menemukan bahwa seseorang yang telah divaksin campak, punya kemungkinan 15 kali lebih besar untuk terserang penyakit tersebut daripada yang tidak divaksin.
Imunisasi digembar-gemborkan sebagai suatu bentuk keajaiban pencegahan penyakit, padahal faktanya cara itu tidak lebih hanya sebagai proyek penghasil uang para dokter dan perusahaan farmasi. Dalam kenyataannya, imunisasi lebih banyak menyebabkan bahaya daripada kesehatan. Bahkan, mengacaukan proses-proses alami yang ada dalam ciptaan Allah Swt. Nah, dengan paparan singkat ini, orang tua mana yang merasa tidak takut untuk memberikan imunisasi pada anaknya?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar